Close Menu
    Hot News

    Visidata Tawarkan Tableau Premium Support untuk Optimalkan Visualisasi Data di Indonesia

    Selasa, 17 Juni 2025

    Transformasi Bisnis Retail dengan AI: Solusi untuk Meningkatkan Omset

    Selasa, 17 Juni 2025

    Kerja sama dengan AnyMind Group, produk tisu PT Alam Hijau Selaras kini hadir di e-commerce

    Selasa, 17 Juni 2025
    Facebook
    Bebegig NewsBebegig News
    Facebook
    • Hot News
    • Artis-Seleb
    • Film-TV-Music
    • Bisnis-Finance
    • Lifestyle
    • Techno-Gaming
    Bebegig NewsBebegig News
    Home»Bisnis-Finance»IAC Sesalkan Putusan Banding Paten Lenacapavir: Akses ke Obat HIV Generasi Baru Masih Terkendala
    Bisnis-Finance

    IAC Sesalkan Putusan Banding Paten Lenacapavir: Akses ke Obat HIV Generasi Baru Masih Terkendala

    Selasa, 18 Maret 2025
    IAC Sesalkan Putusan Banding Paten Lenacapavir: Akses ke Obat HIV Generasi Baru Masih Terkendala

    Indonesia AIDS Coalition (IAC), organisasi berbasis komunitas yang bekerja di isu HIV, bersama dengan para mitra, telah mengajukan banding ke Komisi Banding Paten, Kementerian Hukum RI. Banding ini bertujuan untuk membatalkan paten yang diberikan kepada Gilead Sciences, perusahaan farmasi multinasional, atas Lenacapavir, obat HIV generasi baru.

    Proses banding ini telah
    berlangsung sejak awal tahun 2024, dengan sidang pembacaan putusan dilaksanakan
    pada hari Selasa, 18 Maret 2025 di Jakarta. Langkah ini diambil guna memastikan
    akses terjangkau bagi Orang dengan HIV (ODHIV) dan kelompok rentan lainnya di
    Indonesia.

    Mencegah Monopoli Paten untuk Akses ke Obat-Obatan yang Berkeadilan

    Aditya Wardhana, Direktur
    Eksekutif IAC, menegaskan bahwa salah satu kunci mencapai target global Triple 95s dan mengakhiri epidemi AIDS
    pada 2030 adalah ketersediaan dari obat-obatan generasi baru yang lebih
    efektif, efisien, serta minim efek samping.

    “Akses terhadap pengobatan adalah
    kunci dalam perjuangan melawan AIDS. Lenacapavir, sebagaimana disampaikan oleh
    UNAIDS, memiliki potensi besar untuk membantu mengakhiri epidemi ini. Namun,
    monopoli paten membuat harga obat ini sangat mahal dan tidak terjangkau bagi
    jutaan ODHIV di dunia, termasuk di Indonesia,” ujar Aditya.

    Lenacapavir merupakan obat
    antiretroviral (ARV) long-acting yang
    hanya perlu diberikan dua kali dalam setahun melalui injeksi, sehingga
    memberikan kemudahan bagi pasien dalam menjalani terapi. Selain sebagai
    pengobatan HIV, Lenacapavir juga sedang diselidiki penggunaannya pencegahan HIV
    atau PrEP. Berkat cara kerjanya yang unik dan hasil uji klinis yang menjanjikan, Lenacapavir
    dinobatkan sebagai ‘Terobosan Tahun Ini’ oleh jurnal Science dan disebut sebagai ‘harapan untuk
    mengakhiri AIDS’ oleh UNAIDS.

    Di Indonesia, Gilead Sciences
    telah mengajukan empat paten untuk Lenacapavir, di mana dua di antaranya telah
    diberikan. Salah satu aplikasi paten mencakup klaim struktur kimia umum (Markush claim), sementara tiga lainnya
    mengklaim senyawa Lenacapavir dan bentuk injeksinya. IAC berargumen bahwa paten
    yang diajukan tidak memenuhi unsur kebaruan dan langkah inventif, sebagaimana
    dipersyaratkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.

    Harga Obat yang Tak Terjangkau akibat Monopoli

    Monopoli paten menyebabkan harga
    obat menjadi mahal karena memblokir persaingan. Saat ini, Lenacapavir dijual
    dengan harga $42.250 per orang per tahun atau sekitar
    Rp691,2 juta, angka yang sangat tinggi dan tidak terjangkau bagi banyak ODHIV
    di dunia, termasuk di Indonesia. Sebuah studi dari Universitas Liverpool memperkirakan bahwa
    Lenacapavir versi generik dapat diproduksi dengan harga hanya $26-$40 per orang
    per tahun (sekitar Rp425 ribu – Rp654 ribu), dengan keuntungan, jika skala
    produksi mencapai 10 juta pengguna, yang berarti 1/1000 dari harga saat ini.

    Lutfiyah Hanim, Peneliti Senior
    dari Indonesia for Global Justice (IGJ) dan anggota Koalisi Obat Murah (KOM),
    menyoroti praktik patent evergreening
    yang sering dilakukan oleh perusahaan farmasi besar untuk memperpanjang
    monopoli melebihi masa perlindungan standar 20 tahun.

    “Paten Lenacapavir akan berakhir
    pada tahun 2034 di Indonesia. Namun, dengan adanya pendaftaran paten sekunder,
    monopoli ini berpotensi diperpanjang hingga 2037. Karena itu, upaya banding
    paten ini sangat penting untuk mencegah perpanjangan monopoli yang tidak adil,”
    ujar Hanim.

    Mendorong Produksi Generik demi Keberlanjutan Program HIV dan AIDS
    Nasional

    Banding paten merupakan mekanisme
    yang memungkinkan pihak ketiga untuk menentang pemberian paten dalam jangka
    waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, mekanisme ini diatur dalam UU No. 13
    Tahun 2016 tentang Paten serta perubahannya di UU No. 65 Tahun 2024. Banding paten amat penting untuk
    memastikan kualitas paten yang didaftarkan, juga akses terjangkau ke
    obat-obatan esensial dengan mendorong produksi generik lokal.

    Saat ini, program HIV dan AIDS nasional di Indonesia telah mencakup 503.261
    ODHIV, dengan seluruh biaya pengobatan disubsidi oleh pemerintah. Namun,
    pemerintah tidak dapat mengalokasikan anggaran untuk ARV dengan harga setinggi
    ratusan juta rupiah per pasien per tahun. Oleh karena itu, memastikan akses
    obat-obatan yang lebih terjangkau menjadi salah satu agenda advokasi utama
    masyarakat sipil.

    Menyoroti Keterbatasan
    Lisensi Sukarela Lenacapavir dari Gilead Sciences

    Menanggapi hal ini, IAC menyayangkan putusan Majelis Hakim yang kembali
    tidak mempertimbangkan aspek substantif dalam kasus. Sebelumnya, pada tahun
    2023, IAC bersama para mitra telah mengajukan banding terhadap paten obat
    Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) Bedaquiline. Namun, putusan yang dikeluarkan
    saat itu juga tidak membahas substansi dari permasalahan yang diajukan.

    Aditya juga mengkritisi pengumuman lisensi sukarela dari Gilead Sciences yang dirilis pada
    bulan Oktober 2024. Dalam pengumuman tersebut, Gilead memberikan lisensi kepada
    enam perusahaan farmasi untuk memproduksi Lenacapavir versi generik yang akan
    dijual di 120 negara berpendapatan rendah-menengah (LMIC).

    Namun, menurut Aditya, lisensi
    sukarela ini masih memiliki banyak keterbatasan, di antaranya:

    1. Produsen generik Indonesia tidak
    dilibatkan
    , sehingga akses dalam negeri tetap terhalang oleh monopoli
    Gilead Sciences.

    2. Pemilihan negara dilakukan tanpa
    pertimbangan kesehatan publik.
    Negara berpendapatan menengah-tinggi (upper-middle income) seperti
    Argentina, Brasil, Meksiko, dan Peru dikecualikan, meskipun mereka
    memiliki prevalensi HIV yang tinggi dan menjadi lokasi uji klinis Purpose
    2 Lenacapavir. Hal ini
    merupakan bentuk ketidakadilan dan pelanggaran terhadap Deklarasi Helsinki. 

    3. Harga jual Lenacapavir belum diumumkan secara transparan, sehingga akses tetap tidak pasti.

    4. Adanya pembatasan yang melanggengkan dominasi Gilead Sciences, termasuk larangan kombinasi produk,
    kewajiban pelaporan data pasien, larangan menjual kepada negara-negara di
    luar cakupan lisensi, serta kendali atas bahan baku dan pemasok.

    “Lisensi sukarela ini tampaknya lebih bertujuan untuk mempertahankan
    dominasi Gilead di pasar global dibandingkan menunjukkan kepedulian nyata
    terhadap kesehatan masyarakat. Selama berbagai pembatasan ini masih diterapkan,
    maka lisensi ini hanya menjadi strategi pencitraan,” tegas Aditya.

    Solidaritas Global untuk
    Mengakhiri Monopoli atas Obat-Obatan Esensial

    Banding paten yang diajukan IAC merupakan bagian dari gerakan global untuk
    menentang monopoli paten atas obat-obatan esensial oleh perusahaan farmasi
    besar. Melalui Konsorsium Make Medicines
    Affordable
    (MMA), berbagai organisasi berbasis komunitas di India,
    Argentina, Indonesia, Vietnam, dan Thailand telah mengajukan 10 permohonan
    banding paten terhadap Lenacapavir. Organisasi-organisasi tersebut
    meliputi Thai Network of People Living with HIV (TNP+), Delhi Network of
    Positive People (DNP+), Fundación Grupo Efecto Positivo (FGEP), Vietnam
    Network of People living with HIV (VNP+), dan Indonesia AIDS Coalition (IAC).

    “Lenacapavir memiliki banyak
    keunggulan. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa obat ini dapat diakses
    oleh semua orang, tanpa terkecuali. Inovasi kesehatan tidak akan berguna jika
    tidak dapat diakses oleh masyarakat. Jika kita ingin mengakhiri AIDS pada tahun
    2030, maka Lenacapavir harus tersedia secara luas dan terjangkau, termasuk di
    Indonesia. Monopoli atas obat esensial tidak dapat dibiarkan, dan Pemerintah
    Indonesia harus memprioritaskan hak publik atas kesehatan di atas kepentingan
    korporasi,” tutup Aditya.

    Artikel ini juga tayang di vritimes

    Berita Terkait

    Bisnis-Finance

    Visidata Tawarkan Tableau Premium Support untuk Optimalkan Visualisasi Data di Indonesia

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Transformasi Bisnis Retail dengan AI: Solusi untuk Meningkatkan Omset

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Kerja sama dengan AnyMind Group, produk tisu PT Alam Hijau Selaras kini hadir di e-commerce

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    MuslimAi.ai – Ruang Aman untuk Jiwa yang Penuh Tapi Tak Tahu Harus Bicara ke Siapa

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Telkom Indonesia Lanjutkan Komitmen Teknologi Inklusif Lewat Program Pelatihan AI di Malang

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Telkom Indonesia Menumbuhkan Talenta Digital lewat Kegiatan Edukasi Berbasis Komunitas

    Selasa, 17 Juni 2025
    Trending
    Bisnis-Finance

    KAI Daop 8 Surabaya dan Pemerintah Kota Surabaya Sepakat Percantik Wajah Kota Surabaya

    Kamis, 12 Juni 2025

    Soft Opening Master Baker Indonesia: Sekolah Baking Profesional Baru di Surabaya Barat

    Kamis, 12 Juni 2025

    Hidup di Era Digital: Ketika iPhone Jadi Kebutuhan, Bukan Lagi Sekadar Gengsi

    Rabu, 11 Juni 2025

    KAI Daop 8 Surabaya Laporkan Dugaan Pencurian Prasarana Perkeretaapian ke Polsek Kapas, Bojonegoro

    Selasa, 10 Juni 2025

    Momentun Idul Adha 1446 H, KAI Daop 8 Surabaya Tebar Ratusan Hewan Qurban Di Wilayah Operasional Perusahaan

    Senin, 9 Juni 2025

    PT KAI Daop 8 Sesalkan Pengendara Terobos Perlintasan Hingga Ganggu Perjalanan KA Turangga

    Minggu, 8 Juni 2025

    H+1 Iduladha, Kereta dan Rute Ini Jadi Primadona Penumpang di Stasiun Malang

    Sabtu, 7 Juni 2025
    Hot News
    Bisnis-Finance

    Visidata Tawarkan Tableau Premium Support untuk Optimalkan Visualisasi Data di Indonesia

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Transformasi Bisnis Retail dengan AI: Solusi untuk Meningkatkan Omset

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Kerja sama dengan AnyMind Group, produk tisu PT Alam Hijau Selaras kini hadir di e-commerce

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    MuslimAi.ai – Ruang Aman untuk Jiwa yang Penuh Tapi Tak Tahu Harus Bicara ke Siapa

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Telkom Indonesia Lanjutkan Komitmen Teknologi Inklusif Lewat Program Pelatihan AI di Malang

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Telkom Indonesia Menumbuhkan Talenta Digital lewat Kegiatan Edukasi Berbasis Komunitas

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bisnis-Finance

    Menyiapkan Papua Hadapi Era AI, Telkom Indonesia Hadirkan Indigo AI Connect dengan Pendekatan Inovatif

    Selasa, 17 Juni 2025
    Bebegig News
    • Tentang Kami
    • Kontak
    • Syarat & Ketentuan
    • Kebijakan Privasi
    • Disklaimer
    © 2025 BebegigNews.my.id.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.